Get Gifs at CodemySpace.com

Aspek Hukum Transplantasi

Kamis, 30 Juni 2011

            Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pidana, yaitu tindak pidana penganiayaan. Tetapi karena adanya alasan pengecualian hukuman, atau paham melawan hukum secara material, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana dan dibenarkan.
            Dalam PP no. 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan transplantasi alat kerja serta jaringan tubuh manusia, tercantum pasal-pasal tentang transplantasi sebagai berikut:

Pasal 1
a)      Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.

b)      Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan tertentu.
c)      Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
d)     Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.
e)      Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernapasa, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat g di atas mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, karena itu IDI dalam seminar nasionalnya telah mencetuskan fatwa tentang masalah mati yang dituangkan dalam SK PB IDI No. 336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK PB IDI No. 231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seseorang dikatakan mati, bila fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti (irreversibel), atau terbukti telah terjadi kematian batang otak. Selanjutnya dalam PP di atas terdapat pasal-pasal berikut:

Pasal 10
Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan/ atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia.

Pasal 11
1.      Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk oleh menteri kesehatan.
2.      Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.

Pasal 12
Dalam rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh dua orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.

Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a, pasal 14 dan pasal 15 dibuat di atas kertas bermaterai dengan 2 orang saksi.



Pasal 14
Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau Bank Mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis keluarga yang terdekat.

Pasal 15
1.      Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia diberikan oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatnya, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.
2.      Dokter sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 harus yakin benar, bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.

Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.

Pasal 17
Dilarang memperjualbelikan alat atau jaringan tubuh manusia.

Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan  tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri.
Sebagai penjelasan pasal 17 dan 18, disebutkan bahwa alat dan atau jaringan tubuh manusia sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap insan tidaklah sepantasnya dijadikan objek untuk mencari keuntungan. Pengiriman alat dan atau jaringan tubuh manusia ke dan dari luar negeri haruslah dibatasi dalam rangka penelitian ilmiah, kerjasama dan saling menolong dalam keadaan tertentu.
Selanjutnya dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dicantumkan beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut:



Pasal 33
1.      Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, implant obat dan atau alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekonstruksi.
2.      Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.

Pasal 34
1.      Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
2.      Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3.      Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Apabila diperhatikan kedua pasal di atas, isi dan tujuannya hampir sama dengan yang diatur dalam PP Nomor 18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia. Dalam Undang-Undang Kesehatan kembali ditegaskan bahwa transplantasi organ atau jaringan tubuh dan transfusi darah hanya dapat dilakukan untuk tujuan kemanusiaan, dilarang untuk dijadikan objek untuk mencari keuntungan, jual beli dan komersialisasi bentuk lain.

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger